Gerbang Selatan.com- Udara malam di Taman Wisata Teropong Kota, Desa Sumur Kumbang, Kecamatan Kalianda, terasa berbeda pada Rabu itu, 6 Agustus 2025.
Semilir angin dari lereng Gunung Rajabasa menyatu dengan cahaya lampu
taman yang temaram, menyambut seorang pendaki yang baru saja menuntaskan
misinya: mendaki salah satu puncak paling menantang di Lampung Selatan.
Adalah Zita Anjani, Ketua Tim Penggerak PKK Lampung Selatan sekaligus
Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata, yang malam itu turun dari ketinggian
1.281 meter di atas permukaan laut—puncak Gunung Raja Basa.
Pendakian ini bukan sekadar petualangan pribadi. Lebih dari itu, ini
adalah simbol eksplorasi potensi wisata yang dimiliki daerah.
“Akhirnya bisa naik gunung di kampung halaman sendiri,” ucap Zita Anjani
dengan senyum penuh lega, sembari menatap gelapnya siluet gunung yang baru saja
ia taklukkan.
Perjalanan dimulai pukul 14.00 WIB dari basecamp di Desa Sumur Kumbang.
Cuaca bersahabat, namun medan tetap menantang. Tiga setengah jam kemudian,
pukul 17.30 WIB, rombongan berhasil mencapai puncak.
Di sanalah, dalam udara tipis dan sepi, Zita Anjani berdiri di atas
tanah yang membesarkannya, memandang hamparan Lampung Selatan dari ketinggian.
Setelah rehat dan makan malam singkat hingga pukul 18.30 WIB, mereka
melanjutkan perjalanan turun, menyusuri jalur hutan dalam gelap malam. Baru
pukul 22.00 WIB mereka tiba kembali di basecamp—letih, tapi puas.
“Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Terima kasih untuk tim
pendamping dan warga yang sudah menyambut dengan luar biasa hangat,” katanya.
Kepulangan Zita Anjani disambut langsung oleh Bupati Lampung Selatan,
Radityo Egi Pratama, bersama para pejabat daerah, pengurus PKK, serta Kepala
Desa dan warga setempat. Sambutan itu bukan sekadar seremoni—ia menjadi simbol
kebersamaan dan semangat kolaborasi dalam memajukan potensi wisata daerah.
Gunung Raja Basa bukan hanya puncak fisik, tapi juga puncak harapan
baru. Harapan agar Lampung Selatan dikenal bukan hanya lewat berita, tetapi
melalui jejak kaki mereka yang berani menapaki alamnya.
Malam itu, di bawah bintang dan lampu taman, kisah Zita Anjani menjadi
bagian dari narasi besar: bahwa cinta pada kampung halaman bisa dimulai dari
satu langkah kecil di jalur pendakian. (Rls)

